Bandar Lampung – Minimnya Penanganan Pemkot Akan Krisis Lingkungan Yang Terjadi di Kota Bandar Lampung yang merupakan kota berkembang di Provinsi Lampung tersebut, mengalami pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang pesat.
Pertumbuhan ini seringkali diiringi dengan pengurangan ruang terbuka hijau (RTH), yang berfungsi penting sebagai penyeimbang lingkungan hidup, pengendali iklim mikro, dan penyedia ruang rekreasi bagi masyarakat. dan dalam beberapa waktu terakhir telah terjadi banyak permasalahan terkait isu lingkungan mulai dari banjir, minimnya ruang terbuka hijau (RTH), hingga kondisi sistem drainase.
Menurut data yang telah dikaji dari berbagai sumber dan survei lapangan yang dilakukan oleh Ravael H Simanjuntak Dan Ray Billy Sidabalok, selaku Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (BPC GMKI) Cabang Bandar Lampung, mulai dari permasalahan tentang ruang terbuka hijau (RTH) yang berlandaskan :
1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mengamanatkan “setiap kota/kabupaten memiliki minimal 30% RTH dari total luas wilayah”. 30% disini terdiri dari 20% untuk ruang terbuka hijau dan 10% untuk ruang terbuka hijau privat, sedangkan untuk kota Bandar lampung Total RTH yang tersedia hanya sebesar 4,5% dari luas wilayah atau sekitar 887 hektar berdasarkan Laporan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung, 2024.
2. Pasal 11 ayat 6 perda Kota Bandar Lampung No 14 tahun 2007 tiap tiap lahan harus ditanami pohon (Reboisasi) terutama di daerah gersang untuk memenuhi minimal RTH sedangkan masih banyak daerah atau rumah yang tidak memenuhi RTH tersebut.
Selain dari ketersediaan ruang terbuka hijau yang minim dan tingginya curah hujan, urbanisasi lalu kurangnya perencanaan infrastuktur sering kali menyebabkan banjir di beberapa wilayah yang tidak kunjung teratasi, seperti dalam waktu dekat ini terjadi kembali banjir yang menimpa kecamatan Campang Jaya, Jalan Tunas Kelapa, Sukabumi, kota Bandar Lampung pada Rabu, 2 April 2025 yang menyebabkan permukaan rumah warga terendam hingga diatas lutut kaki orang dewasa, yang masih bertepatan dengan momen hari raya idul fitri.
Menurut keterangan warga sekitar, banjir yang terjadi dilokasi setempat merupakan akibat dari sistem drainase yang kurang memadai dan perlu diperluas hingga sampah yang menumpuk.
Menurut Data resmi yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bandar Lampung, banyak saluran drainase yang memiliki dimensi yang tidak memadai untuk menampung curah hujan yang semakin tinggi akibat perubahan iklim di Kota Bandarlampung, terdiri dari 126 Kelurahan yang tersebar di 20 Kecamatan.
Sekitar 14 Kecamatan diantaranya berpotensi banjir di musim hujan meliputi Rajabasa, Labuhan Ratu, Tanjung Senang, Langkapura dan Kemiling. Kemudian Kec. Kedamaian, Way Halim, Kedaton, Tanjung Karang Barat, Tanjung Karang Timur, Tanjung Karang Pusat, Teluk Betung Utara, Teluk Betung Timur, dan Panjang.
Lalu diperparah dengan adanya bangunan liar di sekitar saluran dan kurangnya pemeliharaan system drainase yang menjadi salah satu penyebab terganggunya aliran air yang menyebabkan banjir.
berdasarkan peraturan dari :
– Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengatur tata ruang, termasuk zonasi untuk infrastruktur drainase dan larangan mendirikan bangunan di area yang dapat mengganggu fungsi drainase.
– Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mewajibkan pemeliharaan lingkungan termasuk saluran drainase sebagai bagian dari ekosistem perkotaan.
– Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah, yang mengatur pembuangan sampah yang tidak boleh mengganggu aliran drainase.
Tetapi hingga kini masih kerap ditemui pembangunan di sekitar saluran drainase hingga kurangnya pemeliharaan ditambah penumpukan sampah yang kerap mengganggu system aliran drainase. Menurut peraturan yang sudah ada pemerintah kota dinilai gagal dalam menjalankan wewenang dan tanggung jawabnya.
Ravael H Simanjuntak, Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (BPC GMKI) Cabang Bandar Lampung, turut menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi ini.
“Pemerintah kota seharusnya mengambil langkah serius dalam mengatasi minimnya Ruang terbuka hijau dan system drainase yang menyebabkan banjir di Kota Bandar Lampung, Pemerintah kota yang lalai dalam menangani banjir menunjukkan kegagalan dalam menjalankan tanggung jawab paling dasar yaitu melindungi warganya,” ujarnya.
“Banjir bukanlah bencana yang muncul tiba-tiba tanpa peringatan ini adalah hasil dari perencanaan kota yang buruk, kombinasi antara peningkatan infrastruktur, edukasi masyarakat, dan penegakan hukum dapat memberikan solusi yang berkelanjutan”, tegasnya.
“Pemerintah daerah juga perlu mengalokasikan anggaran yang memadai dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pelaksanaan terkait krisis lingkungan yang terjadi di Bandar lampung”, tutupnya.