LMND Lampung Melakukan Kampanye Tolak Politik Uang Pilkada 2024 di Bandar Lampung

Read Time:2 Minute, 14 Second
LMND Lampung Melakukan Kampanye Tolak Politik Uang Pilkada 2024 di Bandar Lampung

Bandar Lampung – Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lampung dengan tegas menolak praktik politik uang dalam Pilkada 2024, karena dampaknya yang merusak integritas demokrasi. Hal tersebut dilakukan dengan mengadakan kampanye di Tugu Adipura pada Kamis (21/11/2024) siang.

Ketua LMND Lampung, Redho Balau mengatakan bahwa Politik uang dapat memperburuk demokrasi, karena mengalihkan pemilih dari pilihan rasional berdasarkan visi calon menjadi transaksi uang.

“Politik uang mengalihkan pemilih dari pilihan rasional berdasarkan visi calon menjadi transaksi uang, menciptakan ketidaksetaraan akses politik,” ungkapnya.

“Hal ini memperburuk proses demokrasi, di mana hanya calon dengan kekuatan finansial besar yang dapat mempengaruhi hasil pemilu, sementara suara rakyat yang lebih marjinal terpinggirkan,” lugasnya.

Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) dan beberapa lembaga survei lainnya, biaya politik di Lampung untuk Pilkada 2024 diperkirakan mencapai angka yang sangat tinggi, dengan total biaya politik yang dapat mencapai hingga Rp 500 miliar per pasangan calon.

Biaya tersebut mencakup pengadaan logistik, biaya kampanye, serta distribusi politik uang yang menjadi bagian dari upaya memenangkan pemilihan. Hal ini menjadikan Lampung sebagai salah satu provinsi dengan biaya politik tertinggi di Indonesia, jauh melampaui angka yang dikeluarkan di banyak daerah lainnya.

Sebagai perbandingan, di Jawa Tengah yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 35 juta jiwa, biaya politik per pasangan calon hanya mencapai sekitar Rp 100-150 miliar.

Di Sumatera Selatan, yang memiliki jumlah penduduk sekitar 8,5 juta jiwa, biaya politikdiperkirakan hanya sekitar Rp 200 miliar per pasangan calon.

Sedangkan jumlah penduduk hanya Lampung sekitar 8,5 juta jiwa, Dimana hal tersebut menggambarkan bahwa angka biaya politik yang sangat tinggi ini menciptakan ketimpangan dalam akses politik. Hal tersebut menggambarkan adanya praktik sistemik yang melibatkan uang dalam setiap aspek proses politik, dari kampanye hingga pemilihan suara.

Redho juga mengungkapkan praktik politik uang dapat memperburuk demokrasi karena menciptakan ketimpangan dalam akses politik.

“Calon yang memiliki dana besar mendapatkan peluang lebih untuk memenangkan Pilkada, sementara mereka yang tidak memiliki dana akan terpinggirkan,” tuturnya.

“Seharusnya, proses pemilihan berdasarkan gagasan kandidat, namun kini semakin bergantung pada kekuatan finansial, yang mengurangi esensi demokrasi itu sendiri,” tegasnya.

Politik uang juga merusak kualitas demokrasi dengan mengalihkan partisipasi masyarakat yang seharusnya adil dan bebas dari pengaruh finansial.

“Biaya Politik di Lampung menjadi contoh nyata di mana pemilihan semakin didopongoleh transaksi finansial, merusak integritas demokrasi dan memperburuk sistem politik yang tidak sehat. Hal ini menciptakan ketergantungan pada kemampuan finansial calon, bukan pada visi dan kebijakan mereka,” ungkapnya.

Transparency International Indonesia (TII) juga memantaudan menganalisis dampak politik uang dalam pemilu. Mereka menyatakan bahwa politik uang dapat mengubah pilihan pemilih yang seharusnya lebih rasional, sehingga menciptakan sistem politik yang lebih dikuasai oleh kekuatan uang. Akibatnya, pemilu tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat, melainkan dipengaruhi oleh faktor eksternal yang mengurangi integritas proses demokrasi.

0 0
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %