Peringati Hari Tani Nasional, Puluhan Mahasiswa di Bandar Lampung Menggelar Aksi

Read Time:2 Minute, 33 Second
Peringati Hari Tani Nasional, Puluhan Mahasiswa di Bandar Lampung Menggelar Aksi

Bandar Lampung – Sebanyak puluhan mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Aliansi Petani Menggugat melakukan aksi unjuk rasa dalam memperingati Hari Tani Nasional ke-64 Tahun, pada Selasa (24/9) sore.

Aliansi Petani Menggugat tersebut tergabung dalam kelompok LBH Bandar Lampung, Walhi Lampung, Forum Literatur, BEM Polinela, BEM Poltekkes, UKM-F Makamah, dan Jejama.

Dalam aksinya, kelompok Aliansi Tani Menggugat menuntut untuk:

1. Kembalikan tanah-tanah rakyat

2. Tangkap dan adili mafia tanah

3. Tolak kebijakan ekspor-impor yang merugikan petani

4. Sejahterkan petani

5. Hapuskan seluruh kebijakan yang merugikan rakyat (UU Ciptaker dan PP Turunannya, Permendikbud No. 2 Tahun 2024, UU Minerba, KUHP, Tapera, RUU TNI-Polri, RUU Penyiaran)

6. Hentikan kriminalisasi dan represifitas terhadap gerakan rakyat

Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Polinela, Rio Hermawan menyampaikan bahwa Hari Tani Nasional tahun ini memasuki usianya yang ke-64 tahun.

“Sejak ditetapkan pada 1960, 24 September selalu dirayakan sebagai momentum yang sakral dan monumental bagi perjuangan kaum tani di Indonesia”, ujarnya.

Rio menambahkan, setelah menghapuskan UU agraria kolonial milik pemerintah belanda yang sarat akan praktik feodalisme dan monopoli atas tanah, UU Pokok Agraria menjadi tonggak pertama untuk menunjukkan pada dunia bahwa rakyat harus berdaulat atas tanah, sekaligus juga mewarisi sebuah harapan akan penghidupan yang lebih sejahtera bagi kaum tani di masa mendatang.

“Namun pada kenyataannya, situasi kaum tani di indonesia hari ini telah menggambarkan secara jelas betapa hidup mereka masih saja berkutat dalam lingkaran kemiskinan dan penindasan yang tak berujung: mulai dari perampasan lahan yang semakin masif terjadi di wilayah pedesaan, naiknya harga bibit dan pupuk akibat dari pencabutan subsidi hingga hancurya harga hasil pertanian karena adanya kebijakan ekspor impor yang berpihak pada kepentingan modal,” ungkapnya.

Kemudian mahasiswa dari BEM Poltekkes, Musa mengatakan salah satu hal yang perlu kita perhatikan dalam melihat situasi tersebut adalah kenyataan bahwa bangunan ekonomi politik yang diterapkan selama rezim jokowi ternyata sama saja dengan rezim orde baru.

“Bahkan yang terjadi saat ini, korporasi semakin terang terangan dalam mempengaruhi arah kebijakan nasional secara langsung dengan bergabung di pemerintahan. Situasi tersebut jelas sangat tendensius kalau kita kaitkan dengan kepentingan rakyat secara umum,” imbuknya.

“Pemerintah dengan wajah neoliberalismenya tentu akan lebih mendahulukan kepentingan para pemilik modal dibandingkan kaum tani secara umum,” pungkasnya.

Musa menyampaikan dari betapa mudahnya pemerintah dalam memberikan hak atas tanah kepada para pemilik modal dan selalu menutup mata atas pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh mereka. Sementara di satu sisi, pemerintah malah dengan gampangnya mencabut hak atas tanah milik masyarakat tani.

Selanjutnya, Forum Literatur, Haikal mengatakan bahwa Di Provinsi Lampung sendiri, berdasarkan catatan LBH Bandar Lampung sepanjang tahun 2023-2024, terdapat belasan konflik agraria yang disertai dengan kekerasan negara telah berdampak struktural terhadap pelanggaran hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.

“Misalnya masyarakat petani di Sri Pendowo, Lampung Timur, yang harus menelan pil pahit bahwa secara tiba-tiba tanahnya telah diterbitkan sertifikat hak milik atas nama orang lain, atau masyarakat petani di Kotabaru yang terancam kehilangan ruang penghidupannya karena lahannya secara sepihak diklaim oleh Pemprov Lampung untuk dijadikan pusat pemerintahan Kota Baru, padahal mereka semua telah menggarap lahannya selama puluhan tahun secara turun-temurun,” ucapnya.

0 0
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %