Bandar Lampung – Kota Bandar Lampung kembali dilanda banjir signifikan pada awal tahun 2025, menimbulkan dampak luas bagi masyarakat. Kajian terbaru mengungkapkan bahwa persoalan ini diperparah oleh sejumlah faktor krusial, mulai dari alih fungsi lahan dan minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah yang kurang baik, aktivitas penambangan ilegal yang diduga menjadi penyebab banjir, hingga kondisi infrastruktur jalan yang rusak.
Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung menunjukkan bahwa alokasi RTH di kota ini masih jauh dari ideal. Hingga tahun 2030, Bandar Lampung masih membutuhkan 3.731,01 Ha RTH, padahal idealnya, RTH harus mencapai minimal 30% dari total luas wilayah.
Ironisnya, di tengah kebutuhan akan RTH, aktivitas alih fungsi lahan terus terjadi. Situasi ini diperburuk dengan pengelolaan sampah kota yang belum optimal, di mana sampah yang menumpuk dapat menyumbat saluran air dan memperparah banjir.
Temuan yang lebih mengkhawatirkan adalah dugaan adanya aktivitas penambangan ilegal di sekitar wilayah Bandar Lampung yang turut berkontribusi terhadap terjadinya banjir. Aktivitas ini disinyalir merusak tata air dan mempercepat erosi tanah, sehingga meningkatkan risiko banjir saat hujan deras.
Kondisi infrastruktur jalan yang rusak juga menjadi sorotan. Jalan rusak tidak hanya mengganggu aktivitas masyarakat, tetapi juga dapat memperparah dampak banjir. Biaya lingkungan meliputi biaya perbaikan ekosistem akibat erosi tanah dan pencemaran air oleh limbah kendaraan.
Menyikapi perihal banjir diatas, Kepala Bidang Aksi dan Pelayanan GMKI Bandar Lampung Soni Enembe, dan rekan-rekannya, menuntut Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk segera :
1. Mempercepat penyediaan dan pemanfaatan RTH sesuai dengan target yang ditetapkan.
2. Meningkatkan efektivitas pengelolaan sampah kota, termasuk penegakan aturan dan penyediaan infrastruktur yang memadai.
3. Menindak tegas aktivitas penambangan ilegal yang merusak lingkungan dan berkontribusi terhadap banjir.
4. Melakukan audit dan inventarisasi jalan secara berkala untuk mengetahui kondisi dan prioritas perbaikan.
5. Meningkatkan kualitas konstruksi jalan dan drainase jalan.
6. Meningkatkan pengawasan terhadap kendaraan Over Dimension Over Loading (ODOL) yang menjadi salah satu penyebab kerusakan jalan.
7. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan sektor swasta dalam upaya penanggulangan banjir dan perbaikan infrastruktur.