Lampung Selatan – Sebanyak puluhan elemen petani dan mahasiswa Lampung yang tergabung dalam Aliansi Serikat Petani Lampung (SPL) dan Aliansi Solidaritas Masyarakat Anti Kriminalisasi (SOMASI) melakukan aksi unjuk rasa di dalam GSG Polda Lampung pada Kamis (17/10/2024) siang.
Petani lahan garapan ini menuntut Polda Lampung untuk mengusut tuntas dugaan mafia tanah di Lampung Timur dan menghentikan kriminalisasi petani Kotabaru Lampung Selatan.
Suparjo, salah satu anggota Serikat Petani Lampung dari Desa Sripendowo, Kec. Bandar Sribawono, Kab. Lampung Timur, menuturkan aksi ini merupakan tindak lanjut pelaporan mereka di Polda Lampung.
“Kami pernah mengajukan surat ke Polda Lampung yang intinya untuk menindaklanjuti apa yang terjadi di Lampung Timur,” kata dia.
Petani penggarap dari Desa Sripendowo pada 29 Mei 2024 telah memasukkan pengaduan adanya dugaan mafia tanah di lahan garapannya pada Polda Lampung.
“Kami telah menggarap lahan itu turun temurun sejak tahun 1960. Ada 400 lebih petani penggarap di delapan desa itu,” ujar dia.
Namun, lanjut Suparjo, di tahun 2021 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Timur menerbitkan sertifikat atas lahan yang mereka garap.
“Sertifikat yang diterbitkan BPN Lampung Timur di tahun 2021 atas nama orang lain, bukan petani penggarap. Kami mengetahui karena pihak-pihak yang menerbitkan sertifikat selalu menawarkan kepada kami untuk membeli sertifikat itu,” kata dia.
Suparjo menyampaikan BPN Lampung Timur menerbitkan sertifikat atas tanah garapan petani seluas 401 Ha.
“Petani penggarap lahan di delapan desa ini belum pernah memohonkan sertifikat. Faktanya, hari ini, diterbitkan sertifikat bukan atas nama penggarap,” jelas dia.
Petani dari Lampung Timur menuntut Polda Lampung untuk mengusut tuntas dugaan mafia tanah di delapan desa, diantranya Desa Sripendowo, Desa Bandar Agung, Desa Waringin Jaya, Desa Wana, Desa Srimenanti, Desa Giring Muly, Desa Sribhawono, dan Desa Brawijaya.
Sedangkan di Kotabaru, Kab. Lampung Selatan telah terjadinya dikriminalisasi petani oleh Polres Lampung Selatan. Uun Irawati atau Bunda Tini (48), beserta anaknya, Lilis Hardiyanti (25) dan Sindi Hardiyanti (21) beserta keluarganya, Supadi (45) dan Purwanto (55), menerima surat tertanggal 30 September 2024 dari Polres Lampung Selatan tentang pemberitahuan dimulainya penyidikan atas tuduhan perusakan.
Peristiwa itu berawal dari aksi saling lapor antara ibunya, Uun Irawati (48) warga Desa Sindang Anom, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, dengan Soleha (41) warga Desa Trimulyo, Kecamatan Tegineneng, Pesawaran.
“Laporan Bundaku Uun Irawati dihentikan, sementara laporan Pak Soleha tetap berjalan karena ada kerusakan berat pada traktor bajaknya, tapi kami tidak tahu kerusakan beratnya apa,” kata Sindi.
Diketahui, pada Rabu (20/3/2024), Uun Irawati melaporkan Soleha selaku sopir traktor bajak ke Polda Lampung.
Laporan itu atas dugaan perusakan tanaman singkong berusia tiga bulan di atas lahan garapan Uun Irawati seluas 2 Ha di Kotabaru, Desa Purwotani, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan, pada Sabtu (16/3/2024).
Kemudian, Soleha juga melaporkan Uun Irawati ke Polda Lampung atas dugaan perusakan traktor bajaknya.
Sindi berharap Polda Lampung tidak mengkriminalisasi dan memberikan keadilan bagi keluarganya.
“Laporan Bundaku dihentikan, katanya tidak ada kerusakan. Padahal sudah jelas dua hektare itu hangus. Ada tanaman singkong usia tiga bulan. Total kerugiannya itu Rp11 juta,” ujar Sindi.