Bandar Lampung – Sebanyak puluhan elemen mahasiswa dari Unila, UBL, Polinela, Poltekes, SMI, Kelompok Forum Literatur, UMKM F Mahkamah, dan UMKM Peristiwa Unila melakukan aksi kamisan pada kamis (5/9/2024) sore.
Aksi kamisan tersebut mengangkat isu “20 Tahun Pembunuhan Munir: Akhiri Impunitas, Tangkap, dan Adili Pelaku Utama Pembunuhan Munir”
Forum Literatur, Haikal dalam orasinya menyampaikan bahwa pada bulan September ini merupakan bulan yang nestapa dimana banyak oknum pengamanan melakukan pelanggaran HAM, salah satunya pembunuhan munir.
“Aktor utama dalam pembunuhan tersebut hingga saat ini belum mengakui dan hingga saat ini keluarga korban masih menanti kelanjutan dalam menangani kasus HAM,” ucapnya.
Haikal juga menambahkan bahwa di akhir masa jabatannya sebagai presiden, Jokowi membentuk Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (Tim PPHAM).
“Di masa penghujungnya, Jokowi membentuk Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (Tim PPHAM) yang perencanaan dan pelaksanaannya tidak melibatkan korban, tidak menyentuh substansi permasalahan, dan menjadi ajang cuci dosa semata dari negara,” tuturnya.
Kemudian Menko Pergerakan BEM Unila, Popeng menyampaikan bahwa negara Indonesia dinilai gagal dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM, salah satunya pembunuhan Munir dengan menggunakan racun Arsenik pada saat beliau sedang melakukan penerbangan.
“Munir yang merupakan orang yang memperjuangkan hak-hak yang tertindas, dan seharusnya Pemerintah melindungi orang-orang seperti Munir, justru Pemerintah menghilangkan nyawanya,” ucapnya.
“Munir memang telah tiada, namun seperti yang dirasakan setiap orang yang pernah ada di sekitarnya, didampingi olehnya, bahkan setiap orang yang pernah mendengar cerita atau membaca buku tentangnya meyakini bahwa ia akan terus hidup dan selalu berlipat ganda, maka Munir adalah kita,” tambahnya.
Popeng juga mengajak kepada masyarakat untuk peduli dalam mengetahui permasalahan kasus munir.
Kemudian dilanjutkan dengan aksi simbolis sebagai simbol 20 tahun peristiwa Tewasnya Munir dengan menyanyikan lagu Darah Juang, melakukan penyalaan lilin dan tabur bunga.
September Hitam menjadi momentum untuk mengenang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sering terjadi pada bulan September. Oleh karena itu, hal ini yang menjadi alasan sebagai peringatan bulan yang penuh duka.
Mulai dari kasus pembantaian jenderal pada peristiwa G30S/PKI, tragedi Tanjung priok 1984, tragedi Semanggi II 1999. Selain itu pembunuhan Munir 2004, pembunuhan Salim Kancil 2015 sampai dugaan kekerasan aparat pada aksi reformasi korupsi 2019. Istilah september hitam pertama kali muncul pada tahun 1965 untuk mengenang peristiwa G30S PKI.
Adapun sasaran dari aksi kamisan ini adalah empat lembaga yang paling bertanggung jawab dalam penanganan kasus pelanggaran HAM, yaitu presiden sebagai penerbit regulasi bernama Keputusan Presiden (Keppres), DPR sebagai instansi yang merumuskan surat rekomendasi kepada Presiden, Komnas HAM sebagai lembaga penyelidik, dan Kejaksaan Agung sebagai lembaga penyidik.