Bandar Lampung – Sebanyak belasan Mahasiswa dari Perwakilan Mahasiswa Universitas Lampung (Unila), Universitas Bandar Lampung (UBL), dan Politeknik Negeri Lampung (Polinela) kembali menggelar Aksi Kamisan di Tugu Adipura pada (13/06) sore.
Aksi kamisan tersebut bertemakan “Lawan Orde Baru 2.0, Tuntaskan Pelanggaran HAM Masa Lalu”
Korlap Aksi Haikal menyampaikan bahwa terlihat dari beberapa jumlah yang hadir, kami menilai bahwa masih ada yang peduli terhadap aksi kamisan ini, namun untuk jumlah yang berpartisipasi saat ini menunjukkan bahwa belum adanya perubahan signifikan.
Aksi kamisan tersebut juga merujuk pada aksi di Argentina pada tahun 1970-an di Plaza de Mayo, depan Casa Rosada, Istana Kepresidenan Argentina.
“Aksi kamisan ini merujuk pada perjuangan para ibu korban pelanggaran HAM di Argentina pada era ”Dirty War” antara 1976 dan 1983 di era kediktatoran militer, kemudian sejak tahun 1977, para ibu tersebut menggelar aksi mingguan setiap Kamis di Plaza de Mayo, depan Casa Rosada, Istana Kepresidenan Argentina, di Buenos Aires,” ujarnya
“Para ibu tersebut menuntut pengembalian anak-anak mereka yang hilang dan diduga telah dibunuh rezim militer. Adapun slogan mereka yang terkenal adalah aparición con vida, yang lebih kurang berarti tuntutan pertanggungjawaban,” tambahnya.
Kemudian , aksi kamisan di Indonesia pertama kali dimulai pada tanggal 18 Januari 2007. Adapun tuntutan dari kegiatan ini adalah menuntut negara untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat di Indonesia, seperti Tradegi Semanggi, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Peristiwa Tanjung Priuk, Peristiwa Talangsari 1989, dan lain-lain.
Mahasiswa dari BEM Unila, Popeng menyampaikan bahwa aksi kamisan ini kembali digelar dengan tuntutan yang sama
“Sore ini kami kembali mengadakan aksi kamisan dengan tuntutan yang sama, dan kami pastikan akan terus ada dan berlipat ganda,” imbuhnya.
Popeng juga menyoroti pelanggaran HAM di Indonesia yang terjadi dari zaman kolonialisme hingga saat ini dan belum juga menemukan titik terang untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Di Indonesia, sudah terjadi pelanggaran HAM pada zaman Koloniaisme dan puncaknya terjadinpada tahun 1998 di mana masyarakat sudah mulai sadar Rezim Soeharto telah melakukan pelanggaran HAM karena mengkritik pemerintah,” ujarnya.
“Seiring banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, dari 17 kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM dan hanya 4 kasus yang telah diadili. Namun, kasus pelanggaran HAM sampai saat ini Pemerintah Indonesia belum mengusut dan melakukan penyelidikan atas 17 kasus pelanggaran HAM lainnya dan kqni menilai bahwa Pemerintah Indonesia tidak mempunyai keseriusannya terhadap penanganan kasus pelanggaran HAM,” pungkasnya.
“Contoh salah satunya adalah pembunuhan Munir tahun 2004, namun dalang dari kasus tersebut belum juga ditangkap dan diusut karena mengkritik pemerintah rezim Jokowi juga masih terjadinya pelanggaran HAM salah satu contohnya Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 karena menyebabkan UKT mengalami kenaikan”, tambahnya
Ia juga menyoroti kebijakan-kebijakan pemerintah yang saat ini tidak pro kepada rakyat Indonesia
“Baru-baru ini Pemerintah telah menerapkan Kebijakan Tapera yang ini menyebabkan gaji sebesar 2,5 persen dipotong dan kami yakin Tapera tersebut untuk kepentingan sendiri/pejabat,” ujarnya.