Mahasiswa Unila Menggelar Nobar Serentak Film Pesta Oligarki

Read Time:2 Minute, 11 Second
Mahasiswa Unila Menggelar Nobar Serentak Film Pesta Oligarki

Bandar Lampung – Sebanyak puluhan mahasiswa dari Universitas Lampung (Unila) menggelar Nonton Bareng (Nobar) serentak film pesta Oligarki di Balai Rektorat (Balrek) Unila Pada (14/10/2024) malam.

Adapun moderator dalam kegiatan tersebut adalah Staf Puslitbang UPKM Teknokra 2024, M. Hafiz Akbar. Kemudian pemantik dalam kegiatan tersebut antara lain Akademisi Hukum Tata Negara Unila, Muhtadi, Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, serta Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas.

Film “Pesta Oligarki” merupakan film dokumenter yang dibuat oleh Watchdoc Documentary yang menceritakan terkait kegagalan pemerintah dalam menjaga demokrasi di Indonesia.

Film tersebut diluncurkan di Universitas Aisyiyah, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 14 Oktober 2024 pukul 18.00 WIB dan Nobar tersebut juga diselenggarakan di berbagai wilayah di Indonesia.

Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas mengatakan bahwa film ini menggambarkan pada kejadian pesta demokrasi yang lalu dan dinilai belum adanya klimaks.

“Kasus di film ini menggambarkan pada kejadian pesta demokrasi yang lalu dan saya menilai belum ada klimaks atau gamabaran yang dinilai, namun film ini bisa menggambarkan peristiwa perjalanan sistem peroplitikan di Indonesia saat ini secara rinci,” ucapnya.

“Kemudian di film ini juga menceritakan situasi negara saat ini tidak berpihak kepada negara, sehingga dapat menciptakan alternatif pergerakan untuk merebut hak kembali rakyat yang sudah diambil oleh megara,” tambahnya.

Prabowo berpesan kepada mahasiswa agar dapat merefleksikan, menyuarakan, dan mengadvokasi permasalahan yang saat ini masih terjadi dan mampu menyampaikan pendapatnya yang itu merupakan cara politik yang bisa saat ini dilakukan.

Kemudian Akademisi Hukum Tata Negara Unila, Muhtadi menilai bahwa film tersebut banyak hal yang tidak selesai secara tuntas dan juga bersifat anti klimaks

“Terkait film ini, banyak hal yang tidak mendudukan secara jernih dan tidak selesai secara tuntas seperti contohnya kasus konflik lahan tidak menggambarkan unsur mula permasalahannya dan hanya menyoroti waktu peristiwa itu terjadi,” sanggahnya

“Selain itu, film ini juga bersifat anti klimaks, dimana narasi tata hukum, demokrasi, dan konsitusi yang digambarkan meskipun sudah jelas, namun dapat berpotensi adanya miss komunikasi terkait permasalahan saat ini, terjadinya kesalahan berfikir hingga terjadinya kesalahpahaman,” tuturnya.

Kemudian Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, menyamapaikan bahwa film ini menggambarkan situsi politik saat ini dan permasalahan konflik lahan petani yang terjadi di Indonesia

“Film ini menjadi sebuah rangkaian cukup panjang terhadap proses demokrasi di Indonesia saat ini terjadi, meskipun bersifat anti klimaks,” ujarnya.

“Film ini juga menggambarkan konflik lahan petani yang terjadi di Indonesia yang disebabkan adanya paradigma pertanian yang bertujuan untuk mengekstraksi nilai dari lingkungan sekitar untuk mencapai kemajuan masyarakat, keluarga, dan pribadi,” tambahnya.

Irfan menilai permasalahan politik di film ini,  tidak akan selesai karena adanya proses legitimasi yang merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap kewenangan, kebijakan, atau keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin.

0 0
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %