UKPM Teknokra Unila Nobar Film “A Man of Action”Dokumenter dan Diskusi Tentang “Apa yang perlu bagi gerakan sipil?”

Read Time:2 Minute, 30 Second
UKPM Teknokra Unila Nobar Film “A Man of Action”Dokumenter dan Diskusi Tentang “Apa yang perlu bagi gerakan sipil?”

Bandar Lampung – Unit Kegiatan Penertiban Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung (Unila) menggelar Nobar Film Dokumenter tentang “A Man of Action” dan Diskusi tentang “Apa yang perlu bagi gerakan sipil?”, di Balai Rektorat Unila, pada Jumat (13/09) malam.

Kegiatan dimoderatori oleh UPKM Teknokra Unila, Farid Azka, kemudian mengundang narasumber/pemantik dari konsentris .id, Hendry Sihaloho dan dari Forum Litelatur, Haykal Rasyid.

Dalam diakusinya, konsentris .id, Hendry Sihaloho, menyampaikan bahwa film tersebut menceritakan buruknya lembaga yang melakukan atau menerapkan sistem kapitalisme.

“Inti dari film “A Man of Action” adalah buruknya lembaga yang melakukan atau menerapkan sistem kapitalisme karena melakukan sistem kekerasan,” ucapnya.

“Film yang diperani oleh Lucio Urtubia, hampir sama dengan konteks di situasi saat ini dimana para mahasiswa pada saat demo Peringatan Darurat tanggal 23 Agustus lalu di Gedung DPR RI diintimidasi hingga ditangkap oleh Polisi,” tambahnya.

Kemudian ia menerangkan terkait kondisi mahasiswa saat ini, dimana setiap aksi selalu terbelah antar eleman atau kelompok mahasiswa dan pembahasan aksi hanya mengungkap permasalahan yang viral di Indonesia saat ini.

“Rata-rata mahasiswa bersuara hanya saat Isu nasional ramai dan viral, jusrtu permasalahan yang tidak viral nyaris tidak ada bersuara, bahkan hampir redup, seperti contoh pada tahun 2021 lalu, ketika 9 mahasiswa teknik di Universitas Teknokrat Indonesia (UTI) diskors karena mendirikan sekretariat di luar kampus,” tutupnya.

Forum Litelatur, Haykal Rasyid, menjelaskan tentang film “A man of action” yang merupakan film yang menceritakan tentang perjalanan hidup seorang anarkis dari spanyol, bernama Lucio Urtubia, yang memiliki kekecewaan pada dunia, dia menganggap bahwa kehidupan selalu memihak pada masyarakat kelas atas, sementara dirinya yang berasal dari kalangan rakyat biasa seringkali merasa diperlakukan tidak adil; salah satunya adalah saat dimana ketika ayahnya sedang sakit keras-dan dia ingin mengajukan pinjaman ke bank untuk membeli obat namun ditolak lantaran tidak adanya jaminan yang bisa diberikan, sampai akhirnya ayahnya meninggal dunia.

Tentunya Hal itu yang menjadi salah satu pemicu untuk akhirnya dia menjadi seorang anarkis di kemudian hari-selain karena perjumpaannya dengan kelompok anarkis di Paris ketika awal-awal ia datang ke kota tersebut.

“Moralitas mutlak yang diyakini oleh Lucio adalah bagaimana cara menumbangkan sistem yang menciptakan kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Oleh karenanya, segala taktik dan upaya perlu dikerahkan untuk mewujudukannya dan akhirnya tindakan Lucio berhasil melawan sistem kapitlisme tersebut,” ucapnya.

Haikal menjelaskan makna dari film tersebut terkait kejadian yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini.

“Dalam beberapa bulan terakhir ini, permasahan-permasalahan terhadap kebijakan yang merugikan rakyatnya, seperti Permendikbud No 2 Tahun 2024 dan UU Tapera, dan kami nilai pemerintah rezim Jokowi ini secara tidak langsung mirip dengan zaman orde baru karena telah mengacak-acak demokrasi demi akurasi kapitalisasi tetap berjalan,” tegasnya.

Haikal berharap kedepannya ada partai politik yang menyaingi parpol-parpol saat ini berkuasa, untuk menghilangkan prinsip kapitalisme di Indonesia

“Kedepannya perlu adanya Front persatuan strategis dari kelompok, buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota, dan rakyat yang tertindas untuk mempersatukan dalam memperjuangkan dengan harapan membentuk partai politik yang menyaingi parpol-parpol saat ini berkuasa, demi menyelamatkan sistem demokrasi serta menghilangkan prinsip kapitalisme yang terjadi di Indonesia,” tutupnya.J

0 0
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %